Dia berhasil menguasai Kufah dan sekitarnya serta berhasil menghabisi mereka yang memerangi Husain bin Ali di Karbala.
Mush'ab bin az-Zubair telah berkali-kali memerangi dia. Sampai kemenangan diraih Mush'ab dan al-Mukhtar berhasil dibunuh.
Al Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi (Thaif, 622-687 M/67 H), ia alah seorang syi'i (Syiah) menampakkan cintanya kepada Ahlul Bait serta menuntut darah Husein, yang berhasil mendominasi Kufah pada awal pemerintahan Ibnu Zubeir. Kemudian dia diperdaya syetan dan mengaku menjadi nabi (palsu) dan menyangka Jibril mendatanginya. Ya’qub bin Sufyan meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Asy Sya’bi bahwa Al Ahnaf bin Qais pernah melihat Al Mukhtar dengan kitabnya yang menyebut dirinya sebagai nabi. Abu Daud meriwayatkan dalam As Sunan dari Ibrahim An Nakha’i, bahwa beliau bertanya kepada ‘Ubaidah bin Amru, “Apakah Al Mukhtar termasuk mereka (nabi-nabi palsu)?” ‘Ubaidah menjawab: “Dia termasuk pemimpinnya.” Al Mukhtar berhasil dibunuh sekitar tahun enam puluhan (hijriyah) oleh Mush’ab bin Az-Zubair di Harura. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Manaqib Bab ‘Alamat an Nubuwah fil Islam, 6/617. Darul Fikr)
Dulu di Kufah terdapat kelompok Syiah, yang mengkultuskan Husain. Pemimpin mereka adalah Al-Mukhtar bin Ubaid Ats-Tsaqafi Al-Kadzab (Sang pendusta). Ada juga kelompok An-Nashibah (penentang), yang membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Salah satu pemuka kelompok An-nashibah adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
سيكون في ثقيف كذاب ومبير
“Akan ada seorang pendusta dan seorang perusak dari bani Tsaqif.” (HR. Muslim)
Terdapat riwayat shahih dalam Shahih Muslim, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkata, "Akan ada dari Tsaqif Kaddab dan Mubir". Yang dimaksud Al-Kaddab adalah Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi. Dia menampakkan pembelaannya terhadap Ahlul Bait, membunuh Ubaidillah bin Ziad, gubernur Irak yang mempersiapkan pasukan untuk membunuh Husain bin Ali radhiallahu anhuma, diapun mengaku Nabi dan bahwa Malaikat Jibril turun kepadanya. Hingga mereka mengadu kepada Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Mereka berkata kepada salah satu dari keduanya, sesungguhnya yang paling menampakkan dusta adalah Mukhtar bin Abi Ubaid, dia mengaku bahwa malaikat turun kepadanya, maka beliau berkata, 'Benar' Allah berfirman,
"Apakah akan aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa," (QS. Asy-Syu'ara: 221-222)
Lalu mereka berkata kepada yang lain, Sesungguhnya Mukhtar mengaku bahwa dia diberikan kepadanya. Dia berkata, 'Benar, (Allah berfirman), "Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu." (QS. Al-An'am: 121) Kelompok ini merupakan kelompok rafidhah (syiah).
Si pendusta adalah Al-Mukhtar bin Ubaid – gembong Syiah – sedangkan si perusak adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Orang Syiah menampakkan kesedihan di hari Asyura, sementara orang Khawarij menampakkan kegembiraan. Bid’ah gembira berasal dari manusia pengekor kebatilan karena benci Husain radliallahu ‘anhu, sementara bid’ah gembira berasal dari pengekor kebatilan karena cinta Husain. Dan semuanya adalah bid’ah yang sesat. Tidak ada satupun ulama besar empat madzhab yang menganjurkan untuk mengikuti salah satunya. Demikian pula tidak ada dalil syar’i yang menganjurkan melakukan hal tersebut. (Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah, 4/555)
Imam An Nawawi rahimahullah (Wafat: 676H) menjelaskan: “Perkataan Asma’ mengenai si Pendusta, “kami telah mengenalinya”, yang beliau maksudkan dengannya adalah Al Mukhtar bin Abi ‘Ubaid Ats Tsaqafi, dia ini sangat teruk sifat pendustanya, dan antara tuduhannya yang paling buruk ialah Jibril Shallallahu ‘alaihi wa Sallam datang kepadanya. Para ulama sepakat bahwa yang dimaksudkan dengan si pendusta adalah Al Mukhtar bin Abi ‘Ubaid, manakala si pemusnah pula adalah Al Hajjaj bin Yusuf.” (Syarah Shahih Muslim, 16/100)
Si pendusta adalah Al-Mukhtar bin Ubaid – gembong Syiah – sedangkan si perusak adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Orang Syiah menampakkan kesedihan di hari Asyura, sementara orang Khawarij menampakkan kegembiraan. Bid’ah gembira berasal dari manusia pengekor kebatilan karena benci Husain radliallahu ‘anhu, sementara bid’ah gembira berasal dari pengekor kebatilan karena cinta Husain. Dan semuanya adalah bid’ah yang sesat. Tidak ada satupun ulama besar empat madzhab yang menganjurkan untuk mengikuti salah satunya. Demikian pula tidak ada dalil syar’i yang menganjurkan melakukan hal tersebut. (Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah, 4/555)
Imam An Nawawi rahimahullah (Wafat: 676H) menjelaskan: “Perkataan Asma’ mengenai si Pendusta, “kami telah mengenalinya”, yang beliau maksudkan dengannya adalah Al Mukhtar bin Abi ‘Ubaid Ats Tsaqafi, dia ini sangat teruk sifat pendustanya, dan antara tuduhannya yang paling buruk ialah Jibril Shallallahu ‘alaihi wa Sallam datang kepadanya. Para ulama sepakat bahwa yang dimaksudkan dengan si pendusta adalah Al Mukhtar bin Abi ‘Ubaid, manakala si pemusnah pula adalah Al Hajjaj bin Yusuf.” (Syarah Shahih Muslim, 16/100)
Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi inilah yang menentang Daulah Umawiyah dan mengaku sebagai pengikut Ahlul Bait serta menuntut kematian Al Husain.Itu semua tidak lain hanyalah topeng dan kedok untuk bersembunyi dari kerakusannya terhadap kekuasaan.
Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Al Hasan bin Ali Radhiyallahu anhu.Ketika Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu terbunuh oleh Ibnu Muljam (seorang khowarij yang tadinya termasuk syiah Ali namun mengkafirkan beliau setelah itu), Al Hasan Radhiyallahu anhu dibaiat menjadi khalifah, dan beliau yakin tidak dapat berhasil perang melawan Muawiyah. Terutama setelah sebelumnya sebagian pengikutnya di Iraq telah meninggalkan ayahnya.
Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Al Hasan bin Ali Radhiyallahu anhu.Ketika Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu terbunuh oleh Ibnu Muljam (seorang khowarij yang tadinya termasuk syiah Ali namun mengkafirkan beliau setelah itu), Al Hasan Radhiyallahu anhu dibaiat menjadi khalifah, dan beliau yakin tidak dapat berhasil perang melawan Muawiyah. Terutama setelah sebelumnya sebagian pengikutnya di Iraq telah meninggalkan ayahnya.
Tetapi para para pengikut mereka di Iraq kembali meminta Al Hasan untuk memerangi Muawiyah dan penduduk Syam, padahal jelas-jelas sebenarnya Al Hasan berkeinginan menyatukan kaum muslimin saat itu, karena beliau faham sekali tentang kelakuan orang-orang syiah di Iraq ini yang beliau sendiri membuktikan hal tersebut, Ketika beliau menyetujui mereka (orang-orang syiah di Iraq) dan beliau mengirimkan pasukannya serta mengirim Qais bin Ubadah di bagian terdepan untuk memimpin dua belas ribu tentaranya, dan singgah di Maskan, ketika Al Hasan sedang berada di Al Mada’in tiba-tiba salah seorang penduduk Iraq berteriak bahwa Qais telah terbunuh. Mulailah terjadi kekacauan di dalam pasukan, para maka orang-orang syiah Iraq kembali para tabiat mereka yang asli (berkhianat), mereka tidak sabar dan mulai menyerang kemah Al Hasan serta merampas barang-barangnya, bahkan mereka sampai melepas karpet yang ada dibawahnya, mereka menikamnya dan melukainya.
Dari sinilah salah seorang penduduk Syiah Iraq, Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi merencanakan sesuatu yang jahat, yaitu mengikat Al Hasan bin Ali dan menyerahkan kepadanya, karena ketamakannya dalam harta dan kedudukan. Pamannya yang bernama Sa’ad bin Mas’ud Ats Tsaqafi telah datang, dia adalah salah seorang wali dari Mada’in dari kelompok Ali. Dia (Mukhtar bin Abi Ubaid) bertanya kepadanya, “Apakah engkau menginginkan harta dan kedudukan? Dia berkata, “Apakah itu?” Dia Menjawab,”Al Hasan kamu ikat lalu kamu serahkan kepada Muawiyah” Kemudian pamannya berkata “ Allah akan melaknatmu, berikan kepadaku anak putrinya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia memperhatikannya lalu mengatakan, kamu adalah sejelek-jelek manusia” [Tarikh Ath Thabari, 5/195. Al Alam Al Islami fi Ashri Al Umawi. Hal 101.]
Maka Al Hasan radhiyallahu anhu sendiri berkata “ Aku Memandang Muawiyah lebih baik terhadapku disbanding orang-orang yang mengaku mendukungku (Syiahku), mereka malah ingin membunuhku, mengambil hartaku, demi Allah saya dapat meminta dari Muawiyah untuk menjaga keluargaku dan melindungi keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu lebih baik daripada mereka membunuhku sehingga keluarga dan keturunanku menjadi punah. Demi Allah, jikalau aku berperang dengan Muawiyah niscaya mereka akan menyeret leherku dan menganjurkan untuk berdamai, demi Allah aku tetap mulia dengan melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan itu lebih baik disbanding ia memerangiku dan aku menjadi tahanannya”
Maka para penghianat ini sebenarnya amat benci terhadap Al Hasan bahkan keturunannya, namun mereka berusaha menutup-nutupinya, maka mereka (syiah rafidhoh imamiyah) mengeluarkan keturunan Al Hasan dari silsilah para Imam ma’shum versi mereka yang mereka mengangkat Imam-Imam mereka itu bahkan diatas kedudukan para Nabi dan malaikat terdekat dengan Allah (tulisan Khumaini dalam, al hukumah islamiyah hal 52), walaupun demikian agar tidak terbongkar kebencian mereka ini mereka tetap mencantumkan Al Hasan dalam deretan Imam mereka. Itulah cara dan memang tabiat mereka untuk menipu kaum muslimin.
Mengapa mereka tidak mencantumkan keturunan Al Hasan dalam imam-imam mereka? Apa keturunan Al Hasan bukan keturunan ahlul bait? Jawabnya adalah karena Al Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menyatukan kaum muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan tidak layaklah mereka menjadi imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati seorang penghianat yang tidak pernah menginginkan perdaimaian dan persatuan diantara kaum muslimin.
Sumber:
http://www.fimadani.com/al-hajjaj-bin-yusuf-kezhaliman-dan-jasanya-bagi-islam/
http://www.ghoibruqyah.com/index.php/Bahasan/Para-Nabi-dan-Rasul-Palsu-Sepanjang-Sejarah.html
http://www.konsultasisyariah.com/memberi-kelapangan-untuk-keluarga-di-hari-asyura/
Maka Al Hasan radhiyallahu anhu sendiri berkata “ Aku Memandang Muawiyah lebih baik terhadapku disbanding orang-orang yang mengaku mendukungku (Syiahku), mereka malah ingin membunuhku, mengambil hartaku, demi Allah saya dapat meminta dari Muawiyah untuk menjaga keluargaku dan melindungi keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu lebih baik daripada mereka membunuhku sehingga keluarga dan keturunanku menjadi punah. Demi Allah, jikalau aku berperang dengan Muawiyah niscaya mereka akan menyeret leherku dan menganjurkan untuk berdamai, demi Allah aku tetap mulia dengan melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan itu lebih baik disbanding ia memerangiku dan aku menjadi tahanannya”
Maka para penghianat ini sebenarnya amat benci terhadap Al Hasan bahkan keturunannya, namun mereka berusaha menutup-nutupinya, maka mereka (syiah rafidhoh imamiyah) mengeluarkan keturunan Al Hasan dari silsilah para Imam ma’shum versi mereka yang mereka mengangkat Imam-Imam mereka itu bahkan diatas kedudukan para Nabi dan malaikat terdekat dengan Allah (tulisan Khumaini dalam, al hukumah islamiyah hal 52), walaupun demikian agar tidak terbongkar kebencian mereka ini mereka tetap mencantumkan Al Hasan dalam deretan Imam mereka. Itulah cara dan memang tabiat mereka untuk menipu kaum muslimin.
Mengapa mereka tidak mencantumkan keturunan Al Hasan dalam imam-imam mereka? Apa keturunan Al Hasan bukan keturunan ahlul bait? Jawabnya adalah karena Al Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menyatukan kaum muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan tidak layaklah mereka menjadi imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati seorang penghianat yang tidak pernah menginginkan perdaimaian dan persatuan diantara kaum muslimin.
Sumber:
http://www.fimadani.com/al-hajjaj-bin-yusuf-kezhaliman-dan-jasanya-bagi-islam/
http://www.ghoibruqyah.com/index.php/Bahasan/Para-Nabi-dan-Rasul-Palsu-Sepanjang-Sejarah.html
http://www.konsultasisyariah.com/memberi-kelapangan-untuk-keluarga-di-hari-asyura/
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar